Sabtu, 06 Mei 2017

Jasmani boleh sakit, tapi pikiran / batin jangan sampai sakit

Jasmani boleh sakit,
 tapi pikiran / batin jangan sampai sakit*, kata2 seorang ibu penderita kanker yang parah...

Malam ini Bhante Atthapiyo mengisi SPD dengan tema yang menarik, Membebaskan diri dari cengkeraman stress (dukkha). Sadarkah kita kalau penderitaan salah satunya disebabkan oleh stress? Saya hanya ingin mengutip sebuah cerita yang disampaikan oleh Bhante yang sungguh luar biasa.


Suatu ketika, di saat Bhante masih berada di Jakarta, dan baru ditahbiskan, Beliau mendapat kesempatan untuk bertemu dengan seorang ibu di rumah sakit. Seorang ibu ini mengidap kanker stadium 4. Biasanya, semangat hidup seseorang itu akan drop kalau keadaannya seperti ini.

Sebenarnya Bhante datang untuk memberi sedikit wejangan, tapi ketika datang sang ibu menyambut dengan senang dan memberikan air untuk Bhante minum.

Bhante bertanya-tanya dalam hati, di saat itu sang ibu berkata 'Jasmani bisa sakit tapi batin tidak boleh ikut sakit'. Itu yang mau disampaikan Bhante kepada sang ibu ternyata keduluan. Bhante pun dalam hati kaget, luar biasa ibu ini. Si ibu bercerita dalam kondisinya ini ia masih terus berbuat baik kepada siapapun. Ketika ada sesuatu lebih ibu itu tak segan untuk mendanakan. Ketika dia tidak punya apapun, sang suami meletakkan uang di bawah bantal, dan si ibu memberikan kepada ibu tukang pel dan mengucapkan trima kasih. Dengan kebingungan, si ibu tukang pel bertanya, seharusnya dia yg berterima kasih, kenapa malah beliau? Sang ibu berkata, "Bagi dia inilah kesempatan untuk berbuat bajik".

Sang ibu bercerita pada Bhante bawa sang suami bukan orang yg benar2 memahami Dhamma. Namun istrinya sering melakukan abhaya dana / fangsheng di Rs. Sang suamilah yang diminta membelikan burung dan si istri melepasnya lewat jendela rs. Sang suami rela membawakan burung itu dengan meletakkan nya di balik pakaian.

Di kala senggang, ibu ini juga membaca Paritta. Beliau sangat memahami apa yg ditulis dalam Paritta Abhinha. Saya wajar mengalami sakit dan kematian. Saya pewaris karma saya sendiri. Kebanyakan orang pandai menghapal Sutta, pandai memahami teori, tapi jarang yg bisa dan mau praktik. Tapi bagi ibu yg sakit ini, ia paham akan esensi kehidupan, ia paham apa yg ada dalam Dhamma, dan luar biasanya ia mempraktikannya. Fisik sakit tapi raut wajah bahagia karena batin yg sehat.

Pada akhirnya ibu ini pun meninggal. Namun di balik kematianya, masih ada cerita luar biasa yang indah. Ketika Bhante mendengar kabar duka dari teman sang ibu, Beliau pun menuju k rumah duka dan disambut oleh suami ibu itu dengan tangisan. Apa yang diceritakan suaminya adalah saat2 terakhir sang istri.

Ketika sudah dekat saatnya akan pergi, istrinya meminta si suami untuk bersama membacakan Paritta. Apapun yg terjadi, si istri meminta sang suami tidak berhenti. Si istri yang sudah mulai lemah berhenti dan si suami pun berhenti sejenak, namun si istri berkata "lanjutkan membaca apapun yg terjadi"

Saat terakhir si istri memegang tangan sang suami dan berkata untuk terakhir kalinya,

"Para Dewa sudah datang jemput aku, aku sudah mau pergi. Ndak perlu sedih, aku yakin kita bisa ketemu lagi, asal kamu rajin2 belajar Dhamma, berbuat baik."

Dan itulah yang dilakukan sang suami.

Anda boleh sakit, anda pasti tua, tapi ketika anda bisa menerima kenyataan hidup, dan terus berbuat baik, fisik anda mungkin kacau, tapi berbahagialah batin anda tidak sakit. Jadi bukan soal siap ndak untuk menghadapi kematian, tapi siap ndak praktik kebajikan terus sampai akhir? Stress tidaknya, menderita atau tidak tergantung gimana kita mengolah batin.

Datang dan buktikan. Pahami dan praktikkan terus menerus. Semoga bermanfaat..👍🙏

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comment yg membangun ya.. Thx