Saat liburan panjang, seorang mahasiswa pulang ke kampung halamannya. Di sana, tengah dimulai pembangunan tempat ibadah, dan tentunya, sangat diperlukan tenaga sukarela untuk membantu.
Dahulu kala di daratan Tiongkok, ada seorang bocah bernama Djang Liang. Ia adalah seorang anak yang cerdas dan memiliki budi pekerti yang luhur. Meski begitu, Djang Liang punya kelemahan. Karena merasa dirinya pintar dan mudah menyerap pelajaran, ia jadi anak yang cenderung pemalas. Hampir tiap hari, ia datang terlambat ke sekolahnya.
Alkisah, suatu hari, di sebuah perguruan di puncak bukit, seorang murid yang telah menyelesaikan pelajaran hendak turun gunung mempraktikkan ilmunya di tengah masyarakat. Saat pamit ke gurunya yang terkenal bijaksana, si murid pun meminta wejangan terakhir dari sang guru.
Alkisah, di kesenyapan sebuah belantara, terdengar percakapan menarik antara Ibu Siput dengan anaknya. Siput kecil bertanya kepada ibunya, “Ibu, mengapa sejak lahir, kita harus membawa cangkang yang begitu keras dan berat ini?"
Dikisahkan, di sebuah perguruan, seorang murid telah menyelesaikan semua pelajaran dan siap untuk turun gunung demi mempraktikkan ilmu yang telah dipelajarinya selama ini.
Kita lahir, hidup, dewasa, hingga mati adalah proses alami kehidupan yang tak ada satu pun makhluk yang tak mengalami. Dalam proses itulah, kita menjadi apa adanya hari ini. Sayang, banyak orang yang kadang malah kurang menikmati atau kurang sabar akan adanya proses. Bisa jadi, semua itu dipengaruhi oleh lingkungan yang makin hari makin serba instan—padahal, untuk jadi “instan” pun sebenarnya semua butuh proses.
Alkisah, dalam sebuah kesempatan, seorang pengrajin muda berniat mengikuti sebuah ajang pameran. Demi membawa karyanya dari desa ke kota, dia pun berangkat setelah menguras seluruh tabungannya, dengan harapan, kerajinannya bisa terjual habis dan keuntungan dari penjualan itu bisa dimanfaatkan untuk kemajuan hidupnya.
Alkisah di sebuah desa, masyarakatnya terkenal dengan aliran beladirinya. Banyak petarung dan pejuang hebat yang muncul dari desa tersebut. Namun, dari sekian banyak ahli beladiri di sana, ada seorang anak yang tumbuh biasa-biasa saja. Ia bahkan selalu kalah ketika bertanding dengan kawan-kawannya.
Alkisah, di suatu acara seminar yang dihadiri oleh sekitar 50 peserta. Tiba-tiba sang pembicara berhenti berkata-kata & mulai memberikan balon dengan warna yang sama kepada masing-masing peserta. Mereka diminta untuk menulis dengan spidol, nama masing2 peserta di balon tersebut. Kemudian, semua balon dikumpulkan & dimasukkan ke dalam ruang sebelah.