Huseyin Ozer, Kisah Anak Kampung Turki yang Jadi Jutawan di London
Saya Huseyin Ozer.
Hidup saya terasa begitu pahit, bahkan nyaris tanpa pilihan yang lebih baik.
Saya lahir di sebuah desa di Turki, pada tahun 1949.
Orangtua saya bercerai. Karena tidak ada satu pun dari mereka yang mau merawat saya, akhirnya saya diasuh oleh kakek dari pihak ayah.
Saya seperti anak yang tidak dikehendaki.
Ketika usia saya sudah cukup untuk mulai bersekolah, ayah menolak untuk membiayai.
Kakek pun tak bisa selalu diandalkan, karena dia sudah tua renta.
Akhirnya, saya pun terpaksa tidak bersekolah.
Belajar menulis pun harus saya lakukan di tembok dan batu dengan menggunakan arang.
Akhirnya saya mengisi waktu dengan bekerja sebagai penggembala kambing.
Tapi ketika ibu tahu apa yang saya lakukan, dia marah.
Kemudian, ibu menyuruh saya pergi ke kota (Ankara) untuk mencari pekerjaan yang layak di sana.
Saat itu, usia saya sudah belasan.
Karena sama sekali tak punya uang, saya hidup menggelandang dan tidur di toilet umum jika malam tiba.
Untungnya nasib saya sedikit berubah ketika diterima bekerja di sebuah bar.
Dengan uang penghasilan itu, saya bisa menyewa tempat yang lebih baik, yaitu gudang tempat penyimpanan batu bara, untuk tidur.
Entah kenapa saya begitu tertarik dengan bahasa Inggris.
Sisa gaji pertama saya itu syukurnya bisa saya pakai untuk belajar bahasa Inggris, membeli buku-buku, dan membuat perkumpulan pendidikan anak jalanan.
Kelak perkumpulan itu saya beri nama: Hüseyin Özer Education Trust. Perkumpulan ini saya buat karena saya ingin mengangkat nasib anak-anak jalanan melalui pendidikan.
Saya pernah menjadi anak jalanan, jadi saya tahu betul apa yang dirasakan mereka dan saya pikir pendidikan adalah jalan keluar terbaik bagi mereka.
Lalu, saya pergi ke Istanbul untuk mengikuti wajib militer.
Selesai bertugas selama beberapa tahun, saya pergi ke London dengan naik bus, karena tak punya uang untuk membeli tiket pesawat.
Saat itu usia saya sudah menginjak angka 23.
Di sana, saya memperdalam bahasa Inggris saya dan bekerja di sebuah restoran kebab.
Saya memilih menjadi pencuci piring ketimbang pelayan karena bahasa Inggris saya yang masih buruk.
Tapi ternyata pilihan saya itu malah justru membantu saya untuk mempelajari pekerjaan dapur.
Lama-lama, saya bisa mengumpulkan modal untuk memiliki gerai kebab sendiri.
Dengan cara menghemat segala pengeluaran, saya akhirnya bisa menyewa tempat berjualan kebab yang lebih baik.
Tak terhitung banyaknya gagal yang saya alami.
Setiap kali bangkrut, saya coba bangkit kembali dengan mengambil hikmah.
Begitu terus-menerus.
Saya tak takut bangkrut karena saya bertekad untuk sukses di bisnis restoran.
Itulah satu-satunya pilihan yang saya punya.
Ternyata keuletan dan kegigihan saya selama bertahun-tahun berbuahkan manis, karena saya bisa melahirkan sebuah restoran besar.
Sekarang, Ozer memiliki belasan restoran di London dan beberapa restoran mitranya di sejumlah negara.
Meski sukses sebagai pengusaha restoran, dia tetap ingin menularkan keahliannya dengan berbagai cara.
Dia ingat masa kecilnya yang sulit sekolah, karena itu dia membalas masa lalunya dengan berbagi ilmu pada semua orang.
Dia mengajarkan pada karyawannya bagaimana berbisnis restoran dan mendorongnya agar kelak menjadi pengusaha.
Tak sampai di situ, berbagai pihak universitas yang mendengar soal semangat Ozer dalam membagikan ilmu, mengundangnya untuk memberikan kelas kuliner dan bisnis restoran.
Ozer yang tak sekolah akhirnya sukses menjadi pebisnis restoran di London dan diakui dunia.
Anak kampung ini berhasil mengembangkan potensinya dari pilihan yang sempit.
Bukannya menyesali masa kecilnya yang tak bisa belajar, dia justru terus maju, menjalani langkah demi langkah yang sulit.
“Saya maju karena saya memilih pilihan yang sulit,” katanya. Selain itu,belajar adalah senjatanya.
Dia belajar dari apa yang ditemuinya, dan hal ini yang mengantarkannya hingga kemudian sukses.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Comment yg membangun ya.. Thx