Senin, 10 Agustus 2015

Polisi yang Menilang Sahabatnya

Di sebuah kota, tinggallah seorang pemuda. Sebut saja namanya Joko. Suatu hari, saat sedang berkendara, ia melihat lampu lalu-lintas yang tak jauh di depannya sudah menyala kuning.
Bukannya melambatkan laju mobilnya, Joko malah ‘tancap\' gas. Ia tahu, lampu merah di persimpangan itu biasanya menyala cukup lama dan karenanya ia enggan menunggu.
Begitu mendekati lampu lalu-lintas, nyala lampu kuning berganti menjadi merah. Karena berniat menerobos lampu lalu-lintas, Joko pun terus melaju. Namun setelah melaju tak berapa jauh dari persimpangan, tiba-tiba terdengar suara peluit keras sekali. "Priiiiiiitttt!"
Di seberang jalan, seorang polisi melambaikan tangan memintanya berhenti. Dengan hati terpaksa dan penuh dongkol, Joko menepikan kendaraannya. Dari kaca spion, ia memperhatikan polisi yang mendatanginya. Wajahnya familiar.
"Ah, itu kan Andi, teman SMA-ku dulu!" Joko merasa agak lega. Ia pun turun dari mobilnya dan menyambut Andi layaknya teman lama. "Hai, Andi. Senang sekali bisa ketemu kamu lagi!"
"Halo Joko," sapa Andi. Namun, tidak ada senyuman di wajahnya.
"Maaf nih, karena aku lagi buru-buru, jadi terpaksa aku menerobos lampu merah," Joko mencoba memberikan alasan.
Andi mengangguk. "Aku bisa mengerti. Tapi sebenarnya, kami sering memperhatikan kamu melanggar lampu merah di persimpangan ini."
"Oh ya?" Joko memasang muka kurang senang. "Kalau begitu, silakan tilang saja!" Dengan kasar, Joko menyerahkan SIM-nya pada Andi. Kemudian, ia masuk ke dalam mobilnya sambil membanting pintu. Melalui sudut matanya, Joko melihat Andi menulis sesuatu di buku tilangnya. Hatinya jengkel, mengingat perlakuan teman lamanya yang dirasanya kurang simpatik itu.
Tak berapa lama, Andi mengetuk kaca jendela mobilnya. Joko membuka kaca jendela sedikit, mengambil surat tilang yang diselipkan melalui celah sempit itu, dan melemparnya begitu saja ke atas dashboard mobil. Andi tertegun melihat kelakuannya itu. Tapi, Andi segera kembali ke posnya tanpa berkata apa pun.
Setelah tiba di tempat tujuan, sebelum turun dari mobil, Joko mengambil surat tilangnya. Tiba-tiba, ia menyadari SIM-nya terselip di situ. Dan kertas yang dikiranya surat tilang ternyata adalah secarik surat untuknya.
"Kenapa aku tidak ditilang?" Sambil terheran-heran, ia segera membaca isi surat Andi.
"Halo Joko, dulu, aku punya seorang anak perempuan. Sayangnya, dia sudah meninggal, tertabrak seorang pengemudi yang ngebut menerobos lampu merah. Mungkin kamu berpikir pelanggaran lalu lintas sebagai hal remeh. Namun bagiku, pelanggaran semacam ini adalah hal besar yang bisa mempengaruhi kehidupan orang lain. Jadi, aku harap kamu hati-hati dalam berkendara. Semoga selamat sampai di tujuan. Salam, Andi."
Joko terhenyak. Air mata penyesalan bercampur kesedihan menetes dari matanya. Segera, ia memutar kendaraannya untuk kembali ke pos polisi di persimpangan tadi. Ia harus meminta maaf pada sahabatnya sekaligus berterima kasih karena telah mengingatkannya. Kali ini, ia mengemudikan kendaraannya dengan lebih cermat dan hati-hati.
Netter yang Bijaksana!
Manusia diciptakan berbeda-beda. Dengan menyadari hal itu, kita pun sepatutnya menyadari bahwa sering kali pula kita memiliki pandangan yang berbeda terhadap sesuatu hal. Seperti pada kisah ilustrasi di atas, kesukaan Joko untuk menerobos lampu merah yang baginya "menyenangkan" justru merupakan sebuah bencana bagi Andi karena pengalamannya yang pahit.
Karena kita tidak hidup seorang diri di dunia ini, kita seharusnya bersedia memperhatikan dan mempertimbangkan penilaian dan pengertian orang lain. Dengan sikap yang penuh kehati-hatian ini, hidup yang kita jalankan akan bermakna lebih baik dan berharga bagi diri kita sendiri juga orang lain di sekitar kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comment yg membangun ya.. Thx